Jumat, 15 Juni 2012

The Power Of Smile

Sabtu ba’da Zuhur, kuputuskan untuk memberikan rehat sehari untuk otak dan pikiranku dari aktifitas belajar dan mengajar. Spot yang kali ini kupilih adalah toko buku. Perjalananku kumulai dengan sedikit membersihkan debu-debu yang menempel di sepeda motorku, kemudian dengan diawali lafazh Basmalah rodapun berputar.

Sudah menjadi kebiasaan, dalam perjalanan pikiranku tidak pernah kosong, dan kali ini ada satu kata yang mengisi pikiranku yaitu “senyuman”. Ini karena beberapa hari belakangan ini hari-hariku sering bersinggungan dengan senyuman. Sambil mengendarai Supri (panggilan sayang untuk sepeda motorku) aku mulai mengingat kasus-kasus yang berkaitan dengan senyuman.



Kasus 1 :
Beberapa hari yang lalu aku shock dengan yang kulihat, keponakanku dengan kepolosannya menggenggam flashdiskku dan tanpa perasaan ragu mencelupkan flashdisk itu ke kolam ikannya, tidak cukup sampai di situ ia malah berimajinasi bahwa flashdisk itu adalah kapal selam yang sedang mengejar ikan, ia mengobok-obok kolam itu dengan flashdisk dalam genggaman.
Aku teringat data-data penting dalam flashdisk itu, emosiku sudah mulai meningkat, tapi dengan keluguannya dan senyumnya yang super manis ia berkata
“ ‘Am... itannya atuut, ucing dianya..”
Yang artinya, ‘Am (panggilanku) ikannya takut, pusing dianya..
Melihat senyumannya yang begitu manis amarahku luntur, dan tanpa sadar aku pun menjawab
“Iya...? coba buat pusing lagi ikannya” dan ia mengulangi aksinya masih dengan flashdisk dalam genggaman.

Kesimpulan :
-          Ternyata senyuman tetap memiliki kekuatan yang besar walaupun dari seorang anak yang bertubuh mungil, buktinya bisa melunturkan emosiku
-          Harga senyuman lebih mahal dari harga Flashdisk.

Kasus 2 :
Tanpa disengaja aku mendengar percakapan dua orang wanita di rumah makan, yang satu menanyakan kenapa akhirnya temannya itu  memilih suaminya yang sekarang padahal dulu ada seorang pemuda lain yang suka padanya, wanita kedua menjawab dengan singkat dan jelas
“Senyumnya lebih manis dari yang itu..”

Kesimpulan :
-          Semakin nyata kekuatan senyuman, buktinya senyuman turut berperan dalam menentukan pasangan hidup

Kasus 3 :
Pengajian kali itu membahas tentang hadits dan salah satu hadits yang kudengar adalah
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah”

Kesimpulan :
-          Selain kuat ternyata senyum juga penuh manfaat, bayangkan saja hanya dengan memperlebar jarak bibir ke kanan dan ke kiri sudah dianggap bersedekah

Tapi ternyata karena kebanyakan melamun dan memikirkan tentang senyuman aku tidak sadar kalau lampu di depanku berwarna merah, tanpa perasaan berdosa aku tetap melaju lurus, yang akhirnya dihentikan oleh pria besar berseragam yang mengagetkanku, Polantas itu langsung membentak dengan suara yang cukup keras.
“Ah...cemananya kau ini!! Gak kau tengok lampu itu udah merah..”
Aku sadar sedang dalam masalah, tapi aku ingat akan kekuatan-kekuatan senyuman yang baru saja menyita pikiranku, aku pun langsung mencobanya, dengan senyum yang dibuat seeksotis mungkin aku berkata
“Maaf pak....”
kurasa itu sudah cukup, tapi ternyata tidak, dengan suara yang lebih keras Polantas itu membentak
“Apanya kau ini...!! udah salah senyum-senyum pula, kau kira suka aku...”
Mendengar itu aku pun menambah power di senyumku, kali ini kubuat makin lebar beberapa senti, tapi Polantas itu malah bilang
“Ah.. Gilanya kau ini...!! udah sini STNK-mu”
Ooops... it useless, gak tau dimana salahnya, senyumku yang terlalu weak, atau si Polantas yang terlalu Powerfull sehingga gak bisa dikalahin pake senyuman.

Kesimpulan :
-          Tidak semua senyuman punya power..
-          Tidak semua hal bisa dikalahkan dengan Senyuman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar