Minggu, 01 Juli 2012

Good Bye Boy


Boy adalah nama yang kuberikan kepada netbook mini yang kumiliki sejak empat setengah tahun yang lalu. Ukurannya hanya  8 inci, beratnya sekitar 1,5 kilogram, warnanya hitam hampir tidak ada warna lain dirinya.

Empat setengah tahun yang lalu, tepatnya beberapa Minggu setelah aku mengenyam pendidikan di IAIN SU, ibuku bilang,

“Uangmu udah cukup untuk beli laptop? Kalo belum biar ibu tambahin Mau...?”

Aku langsung menganggukkan kepalaku berkali-kali hampir aku lupa berhenti kalau kakakku tidak menjitak kepalaku dari belakang, TAAAK..

“Seneng kali lah dia tu...” seru kakakku dengan nada meledek

Beberapa hari setelah itu aku langsung berangkat dengan ditemani sepupuku menuju pusat sekaligus service center sebuah merek laptop ternama. Disana aku dihadapkan dengan beberapa pilihan laptop, mulai dari yang besar, sampai yang kecil. Entah berapa kali aku menggaruk-garuk kepala tanda bingung.

“Yang mana nih dik...?” tanyaku kepada dika sepupuku

“ya terserah...” sudah kuduga dia akan jawab seperti itu, karena ga mungkin dia yang milih, kan aku yang mau beli.

Sampai akhirnya aku melihat sebuah laptop mini, bentuknya kokoh dia berpose dengan mantap dan gagah di salah satu sudut ruangan itu, aku langsung mendekatinya, dilihat dari dekat ternyata ia semakin menarik, tanpa sadar aku dan laptop mini ini membangun chemistry yang cukup kuat diantara kami.

“Mbak.. kalo yang ini berapaan?”

“Oh itu produk terbaru kami dek bawaannya udah windows original, harganya empat juta lapan ratus.. belum banyak loh yang pake itu” mendengar jawabannya aku langsung bergairah untuk memilikinya.

Dan akhirnya akupun langsung melaksanakan ijab qobul kepada mbak-mbak penjaga toko untuk memiliki si laptop hitam yang mini ini dengan  sepenuhnya dan halal dengan mahar uang sebesar 4.800.000 rupiah dibayar..... (eitts bentar, uangnya payah nih dikeluarin) dibayar tunaaaai.

Sampai dirumah aku langsung bingung menamai laptop ini apa, karena memang sudah menjadi kebiasaanku untuk menamai barang-barang yang sering mendampingiku, seperti motor supraku kuberi nama Supri (Supra Pribadi), sepeda yang biasa kubawa ke mesjid kuberi nama Dallas (Pedalnya mau Lepas), radio kuberi nama Fredi (Frekwensi Dalam Negeri), dan kucingku kuberi nama Aswat (Asal Lewat Njilat).


Akhirnya kutemukan nama yang tepat untuk laptopku yaitu BOY.  B untuk “Black” (karena warnanya item), O untuk “Original” (karena windowsnya asli) dan Y untuk “Ya udahlah ketimbang ga bernama”. Dan kini si Boy sah menjadi peliharaanku ups... maaf Boy maksudku asisten pribadiku.

Itu sekilas pertemuan awalku dengan Boy.

Kini Boy sudah makin berumur, performanya sudah tidak seperti dulu lagi, banyak penyakit yang sudah dia idap, mulai dari kulit luar yang mengelupas, kamera yang sudah buta, dan yang paling parah suara erangannya yang benar-benar mengganggu, bunyinya kira-kira seperti mesin giling padi atau sejenisnya.

Pernah suatu saat Boy kuajak ke perpustakaan untuk menyelesaikan beberapa tugas, beberapa saat setelah Boy kuhidupkan, petugas perpustakaan yang duduk beberapa meter didepanku mulai menunjukkan wajah bingung dan cemas, sambil bertanya kepadaku.

“Mati lampu ya...?”

“Enggak ah pak”

“Kok ada yang ngidupin Genset”

GUBRRAAAK.....  sebagai majikan sekaligus si Boy aku tersinggung, segitu hinanya kah suara si BOY sampai disamakan dengan suara genset.

Akhir-akhir ini hubungan kami pun mulai tidak harmonis, entah berapa kali aku hampir membanting si Boy karena sikapnya yang tidak bersahabat, sering ia menonaktifkan dirinya tanpa izin, sehingga file desain ataupun tulisan yang sedang kukerjakan hilang begitu saja.

Karena itu, akhirnya aku memutuskan untuk mencari asisten baru. Akhirnya aku pergi ke tempat aku bertemu dengan Boy pertama kali dulu, dan aku kembali pusing untuk memilih asisten yang cocok untuk pekerjaanku dan juga cocok dengan kantongku.

Aku pun akhirnya menjatuhkan pilihan kepada laptop berwarna biru berukuran 14 inci yang sangat ramping dan seksi yang kapabilitasnya kurasa jauh di atas si Boy. Aku langsung menamai asisten baruku ini BLUNO (Blue Notebook) juga terinspirasi dari nama penyanyi terkenal Bluno Mals. Ketika Bluno kubawa pulang Boy shock ia terlihat begitu terpukul dan sedih melihat majikannya menjinjing asisten baru.

Kini ia hanya terduduk di sudut meja tanpa semangat dan merasa tidak berguna, sudah kukatakan padanya akan ada majikan baru yang akan membawanya tapi ia tetap begitu.

Tapi Boy aku tidak akan lupa akan semua hal yang sudah kita lalui bersama. Puluhan makalah sudah kita selesaikan, banyak artikel yang sudah kita lahirkan, beberapa panggung pelatihan dan workshop sudah kita taklukkan bersama, dan yang tidak akan aku lupa kita berdua sudah melahirkan sebuah buku. Berdua kita menjadi pasangan yang serasi, ideal dan tangguh.

So... Thank You So Much Boy, kuharap kau akan mendapatkan majikan yang lebih dari diriku. Good Bye Boy, and Welcome Bluno.

1 komentar:

  1. boooyyy... tidaaakkk... jangan pergiii.. :"D
    atau majikanmu saja yang kita suruh pergi??
    mencarikan majikan baru buatmu maksudnya..
    T_T
    sampai jumpa boy, semoga kau bahagia dengan majikan barumu yang lebih baik dari muallim irhas..

    BalasHapus