Boy adalah nama yang kuberikan kepada netbook mini
yang kumiliki sejak empat setengah tahun yang lalu. Ukurannya hanya 8 inci, beratnya sekitar 1,5 kilogram,
warnanya hitam hampir tidak ada warna lain dirinya.
Empat setengah tahun yang lalu, tepatnya beberapa
Minggu setelah aku mengenyam pendidikan di IAIN SU, ibuku bilang,
“Uangmu udah cukup untuk beli laptop? Kalo belum
biar ibu tambahin Mau...?”
Aku langsung menganggukkan kepalaku berkali-kali
hampir aku lupa berhenti kalau kakakku tidak menjitak kepalaku dari belakang,
TAAAK..
Beberapa hari setelah itu aku langsung berangkat
dengan ditemani sepupuku menuju pusat sekaligus service center sebuah merek
laptop ternama. Disana aku dihadapkan dengan beberapa pilihan laptop, mulai
dari yang besar, sampai yang kecil. Entah berapa kali aku menggaruk-garuk
kepala tanda bingung.
“Yang mana nih dik...?” tanyaku kepada dika sepupuku
“ya terserah...” sudah kuduga dia akan jawab seperti
itu, karena ga mungkin dia yang milih, kan aku yang mau beli.
Sampai akhirnya aku melihat sebuah laptop mini,
bentuknya kokoh dia berpose dengan mantap dan gagah di salah satu sudut ruangan
itu, aku langsung mendekatinya, dilihat dari dekat ternyata ia semakin menarik,
tanpa sadar aku dan laptop mini ini membangun chemistry yang cukup kuat
diantara kami.
“Mbak.. kalo yang ini berapaan?”
“Oh itu produk terbaru kami dek bawaannya udah
windows original, harganya empat juta lapan ratus.. belum banyak loh yang pake
itu” mendengar jawabannya aku langsung bergairah untuk memilikinya.
Dan akhirnya akupun langsung melaksanakan ijab qobul
kepada mbak-mbak penjaga toko untuk memiliki si laptop hitam yang mini ini
dengan sepenuhnya dan halal dengan mahar
uang sebesar 4.800.000 rupiah dibayar..... (eitts bentar, uangnya payah nih
dikeluarin) dibayar tunaaaai.
Sampai dirumah aku langsung bingung menamai laptop
ini apa, karena memang sudah menjadi kebiasaanku untuk menamai barang-barang
yang sering mendampingiku, seperti motor supraku kuberi nama Supri (Supra
Pribadi), sepeda yang biasa kubawa ke mesjid kuberi nama Dallas (Pedalnya mau
Lepas), radio kuberi nama Fredi (Frekwensi Dalam Negeri), dan kucingku kuberi
nama Aswat (Asal Lewat Njilat).
Akhirnya kutemukan nama yang tepat untuk laptopku
yaitu BOY. B untuk “Black” (karena
warnanya item), O untuk “Original” (karena windowsnya asli) dan Y untuk “Ya
udahlah ketimbang ga bernama”. Dan kini si Boy sah menjadi peliharaanku ups...
maaf Boy maksudku asisten pribadiku.
Itu sekilas pertemuan awalku dengan Boy.
Kini Boy sudah makin berumur, performanya sudah
tidak seperti dulu lagi, banyak penyakit yang sudah dia idap, mulai dari kulit
luar yang mengelupas, kamera yang sudah buta, dan yang paling parah suara
erangannya yang benar-benar mengganggu, bunyinya kira-kira seperti mesin giling
padi atau sejenisnya.
Pernah suatu saat Boy kuajak ke perpustakaan untuk
menyelesaikan beberapa tugas, beberapa saat setelah Boy kuhidupkan, petugas
perpustakaan yang duduk beberapa meter didepanku mulai menunjukkan wajah
bingung dan cemas, sambil bertanya kepadaku.
“Mati lampu ya...?”
“Enggak ah pak”
“Kok ada yang ngidupin Genset”
GUBRRAAAK.....
sebagai majikan sekaligus si Boy aku tersinggung, segitu hinanya kah
suara si BOY sampai disamakan dengan suara genset.
Akhir-akhir ini hubungan kami pun mulai tidak
harmonis, entah berapa kali aku hampir membanting si Boy karena sikapnya yang
tidak bersahabat, sering ia menonaktifkan dirinya tanpa izin, sehingga file
desain ataupun tulisan yang sedang kukerjakan hilang begitu saja.
Karena itu, akhirnya aku memutuskan untuk mencari
asisten baru. Akhirnya aku pergi ke tempat aku bertemu dengan Boy pertama kali
dulu, dan aku kembali pusing untuk memilih asisten yang cocok untuk pekerjaanku
dan juga cocok dengan kantongku.
Aku pun akhirnya menjatuhkan pilihan kepada laptop
berwarna biru berukuran 14 inci yang sangat ramping dan seksi yang
kapabilitasnya kurasa jauh di atas si Boy. Aku langsung menamai asisten baruku
ini BLUNO (Blue Notebook) juga terinspirasi dari nama penyanyi terkenal Bluno
Mals. Ketika Bluno kubawa pulang Boy shock ia terlihat begitu terpukul dan
sedih melihat majikannya menjinjing asisten baru.
Kini ia hanya terduduk di sudut meja tanpa semangat
dan merasa tidak berguna, sudah kukatakan padanya akan ada majikan baru yang
akan membawanya tapi ia tetap begitu.
Tapi Boy aku tidak akan lupa akan semua hal yang
sudah kita lalui bersama. Puluhan makalah sudah kita selesaikan, banyak artikel
yang sudah kita lahirkan, beberapa panggung pelatihan dan workshop sudah kita
taklukkan bersama, dan yang tidak akan aku lupa kita berdua sudah melahirkan
sebuah buku. Berdua kita menjadi pasangan yang serasi, ideal dan tangguh.
So... Thank You So Much Boy, kuharap kau akan
mendapatkan majikan yang lebih dari diriku. Good Bye Boy, and Welcome Bluno.
boooyyy... tidaaakkk... jangan pergiii.. :"D
BalasHapusatau majikanmu saja yang kita suruh pergi??
mencarikan majikan baru buatmu maksudnya..
T_T
sampai jumpa boy, semoga kau bahagia dengan majikan barumu yang lebih baik dari muallim irhas..