Kata Bapakku
“Manfaatin apa yang ada”
Bapakku
termasuk orang yang paling banyak memberi petuah dalam kehidupanku, ga
terhitung kata-kata bijak yang sudah ia keluarin dari mulutnya untukku salah
satunya adalah kalimat yang ini.
Kata-katanya
ini sangat sering terngiang dalam hari-hariku, salah satunya, hari dimana aku
hendak melakukan kegiatan perdana mencuci pakaian di pondok pesantrenku dulu.
Hari itu jumat
hari liburnya para santri, aku yang baru genap seminggu menjadi santri di
pondok pesantren ini belum terlalu lihai dalam melakukan segala aktifitas di
pesantren ini, termasuk dalam hal hari apa dan jam berapa aku seharusnya
mencuci pakaian.
Sebagian besar
santri menumpuk pakaian kotornya untuk dicuci pada hari ini, termasuk aku.
Sehingga ketika aku dan temanku Lukman datang ke hammam (kamar mandi : arab)
kami seperti melihat panggung drama teater mencuci pakaian, manusia dengan
tubuh basah berserakan bergerak kesana kemari bagai aktor, dihiasi buih dan
busa yang behamburan bagai awan di musim semi,
diiringi irama gesekan brus
dan kain yang terdengar harmonis karena dilakukan puluhan mungkin ratusan
orang. Aku berkata pada temanku
“Gilak... ini
bisa mecahin rekor muri”
“Iya, udah yuk
cepat kita cari posisi”
Kami pun
berkeliling mencari tempat untuk mencuci, karena penuh orang jongkok dan
pakaian kami pun berjalan hati-hati, hampir tiap langkah kami menyentuh baju
atau peralatan mencuci orang lain ada yang maklum dan ada yang membentak
“WOOOII BAJUKU
JANGAN KO PIJAK..!!!” kami minta maaf dan melangkah lagi
“WOOOII.. KO SEPAK
PULAK BRUSKU..!!” minta maaf dan melangkah lagi
“WOOOIIII...
bagi sabun lah sikiiit aja” haalaaah.. kiran mau marah juga.
Capek kami
berkeliling tidak juga menemukan tempat, tidak ada lantai yang tidak tertutupi
pakaian atau ember padahal hammam ini sudah cukup besar. Aku dan temanku hanya
mendapat bagian lantai yang cukup untuk ember dan kaki berpijak.
Aku dan Lukman
lemas padahal kalau tidak mencuci hari ini besok kami tidak akan punya pakaian
untuk masuk kelas dan sholat. Sebentar lagi azan sholat jumat, kalo harus
menunggu sampai selesai sholat kami takut pakaian kami tidak kering. aku
menyandarkan punggungku di dinding yang dilapisi keramik sambil meratapi nasib.
Tapi tiba-tiba aku tersentak, aku teringat perkataan Bapakku “manfaatin yang
ada”. Aku berkata pada temanku
“Man.. ga ada
lantai tembok pun jadi”
“Maksudmu apa
has..?”
“Kita buat gaya
baru, gaya nyuci Vertical Style”
Akhirya kami
mencuci dengan arah gerakan brus vertikal, ke atas ke bawah, pakaian bukan
disandarkan di lantai tapi di tembok untuk masalah hasil cucian itu belakangan
yang penting dicuci. Beberapa santri baru yang senasib dengan kami yang dari
tadi hanya memandangi kami dengan wajah heran akhirnya mengikuti gaya kami.
Tapi baru
selesai mencuci satu baju, satu celana dan satu daleman, Lukman mengeluh
“Has.. kayaknya
kalo nyucinya gini, tenaganya jadi doubel yang keluar, capek nih tangan”
“Iya sih, tapi
kan yang penting udah kecuci”
“Tapi masih
banyak lagi tuh..”
Aku terdiam
sejenak, lagi-lagi aku teringat petuah Bapakku. Aku mengambil satu celana
panjangku yang kotor lalu aku langsung mengenakannya melapisi celana ponggol
yang sudah kukenakan dari tadi.
“Has.. kau mau
ngapain?” tanya Lukman
“Ini juga gaya
baru, namanya put on style, setelah celana kita pake langsung kita brus
celana yang lagi kita pake ini.”
Lukman
tersenyum dan mulai melakukan yang kulakukan, diikuti beberapa santri baru yang
tadi juga tidak kebagian tempat. Gaya ini memiliki banyak kelebihan karen bisa
langsung memilih bagian yang ingin dibrus dengan mudah, Namun ada efek samping
dari put on style ini ketika kami melakukan ini maka terdengan suara
tawa dan teriakan serempak seperti ini
“Hihihii...GEEELIIII..”
“Tahaaaan, demi
baju bersih esok hari..” sahutku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar